Jumat, 21 Desember 2012

PAPER GEOLOGI LAUT SISTEM “GEOLOGI” DI BULAN


PAPER GEOLOGI LAUT
SISTEM “GEOLOGI” DI BULAN
Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas dari matakuliah geologi laut


Disusun Oleh :
ARNUDIN
230210110044



                                                                               





UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR

2012

 

ABSTRAK



         Bulan sebagai satu – satunya satelit alam bumi telah menyimpan berbagai misteri yang belum dapat dipecahkan hingga saat ini. Keingintahuan para ilmuwan terhadap bulan menghasilkan berbagai teori yang semakin berkembang seiring munculnya teori-teori baru. Struktur bulan terdiri dari Kerak, Mantel, dan Inti. Bulan tidak memiliki atmosfer dan udara serta air yang kemungkinan jumlahnya sedikit. Pembentukan batuan (pelapukan) di bulan dipengaruhi oleh angin Matahari dan radiasi kosmik. Kecepatan pelapukan di bulan jauh lebih lambat dibanding pelapukan di Bumi. Aktivitas vulkanik yang pernah terjadi di bulan turut mempengaruhi batuan di bulan, seperti gunug berapi silikat. Sejumlah pendapat pun mulai menyatakan pandangan bahwa bulan sebenarnya merupakan bagian dari planet bumi yang terpecah pada miliaran tahun yang lalu karena proses kimiawi dan geologinya hampir sama.

 






PENDAHULUAN



Latar Belakang


          Bulan sebagai satu – satunya satelit alam bumi telah menyimpan berbagai misteri yang belum dapat dipecahkan hingga saat ini. Keingintahuan para ilmuwan terhadap bulan menghasilkan berbagai teori yang semakin berkembang seiring munculnya teori-teori baru. Keberadaan teori-teori tersebut hanyalah sebuah hipotesa yang lambat laun akan terus terbantahkan oleh hipotesa baru. Berbagai fenomena-fenomena di permukaan bulan juga menjadi hal yang sangat sering diteliti oleh para ilmuwan. Walaupun kita melihat bahwa Bulan sangat indah dari Bumi, tetapi sebenarnya permukaannya tidak rata, melainkan penuh kawah-kawah. permukaan bulan yang tidak rata dan penuh kawah-kawah tersebut menjadi salah satu yang dapat dijadikan objek dalam meneliti sistem “geologi” di bulan. walaupun namanya sistem geologi tetapi ini di bulan sehingga kurang relevan disebut sebagai sistem geologi karena secara etimologi geologi artinya geo = bumi dan logos = ilmu jadi ilmu bumi sedangkan sekarang objeknya bukan bumi melainkan bulan.

        Sistem “geologi” di bulan sangat erat kaitannya dengan siklus batuan yang terjadi di bulan dan batuan yang terdapat di bulan dapat menjawab bagaimana struktur “geologi” dari bulan itu sendiri. Apabila melihat dari komponen dan jenis batuan di bulan, maka kita dapat mengetahui apakah di bulan terjadi proses “geologi” seperti di bumi. Salah satu proses geologi yang terjadi di bumi adalah proses sedimentasi, dan apakah di bualan terjadi juga seperti di bumi ?. Hal tersebut akan di bahas melalui paper ini sehingga dapat diketahui bagaimana sistem “geologi “ yang terjadi di bulan.

TINJAUAN PUSTAKA



1.      Struktur Bulan

     Ternyata berdasarkan sensor seismik, bulan memiliki inti cair serupa dengan Bumi. Informasi ini berdasarkan sinyal dari sensor seismik kiri permukaan bulan yang tertangkap oleh ASTRONOT Appolo pada 1971. Ilmuwan NASA berhasil menerapkan teknik seismologi kontemporer lewat data dari sensor yang ditempatkan oleh program luar angkasa AS.

       Studi terbaru itu menunjukakn bahwa bulan memiliki inti yang solid mengandung zat besi yang kaya dengan radius hingga 150 mil. Materi ini berbentuk cair, terutama inti luar besi yang menggapai hingga radius 205 mil. Yang berbeda dengan Bumi, inti cair bulan memiliki lapisan pembatas di sekitarnya dengan jarak setidaknya 300 mil. Pengungkapan terperinci dari inti bulan sangat penting untuk mengembangkan model akurat dari pembentukan Bulan.

        Struktur bulan terdiri dari Kerak, Mantel, dan Inti. Kerak Bulan terdiri dari batuan granit dan mineral kalsium, dengan ketebalan antara 48 - 74 km. Dibawah kerak terdapat mantel yang tebal, terdiri dari banyak mineral silikat dan sedikit logam, yaitu besi. Inti Bulan memiliki bagian dalam yang keras, dengan ketebalan 240 km, dan bagian luar yang cair dengan ketebalan 300 km. Inti Bulan kaya akan besi. Inti Bulan dikelilingi oleh suatu lapisan kental dengan ketebalan 500 km.
       
         Sampai sekarang, proses terbentuknya Bulan masih dalam taraf Hipotesis atau dugaan. Tapi, sebagian besar ilmuwan setuju dengan hipotesis bahwa bulan adalah bagian Bumi yang terpisah akibat tabrakan dengan sebuah asteroid yang sangat besar. Tabrakan itu terjadi pada masa awal pembentukan Bumi, yaitu sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu. Pecahan bumi yang terlempar membentuk cincin puing dan debu, yang kemudian perlahan-lahan berkumpul dan memadat membentuk Bulan.


Gambar 1. Perbandingan Struktur Bulan (kiri) dan Struktur Bumi (kanan) (sumber: http://belajar-baek.blogspot.com)

        Di bulan tidak terdapat udara ataupun air. Banyak kawah yang terdapat di permukaan bulan disebabkan oleh hantaman komet atau asteroid. Ketiadaan udara dan air di bulan menyebabkan tidak adanya pengikisan yang menyebabkan banyak kawah di bulan yang berusia jutaan tahun dan masih utuh. Di antara kawah terbesar adalah Clavius dengan diameter 230 kilometer dan sedalam 3,6 kilometer. Ketidakadaan udara juga menyebabkan tidak ada bunyi dapat terdengar di Bulan. Dengan demikian, bulan tidak cocok untuk kehidupan manusia yang memerlukan udara dan air untuk hidup, kecuali melalui teknologi cangih sehingga manusia dapat beradaptasi dengan kodisi bulan yang bisa di bilang ekstrem.

2.    Komponen Batuan di Bulan

        Salah satu tempat di bulan yang dapat dijadikan tempat untuk meneliti siklus batuan di bulan adalah Dataran tinggi Aristarchus. Dataran tinggi Aristarchus adalah salah satu tempat yang secara geologis paling beragam di bulan: dataran  yang secara misterius terangkat, rille atau alur raksasa yang diukir oleh pencurahan besar lava, daerah abu vulkanik, dan semua itu dikelilingi oleh batuan basal yang besar dan masif.
      Para ilmuwan menemukan tiga mineral yang sebelumnya tidak diketahui dalam sampel yang dikumpulkan dari batuan beku bulan, yaitu: armalcolite, pyroxferroite, dan tranquillityite. Dua mineral yang pertama kemudian ditemukan di bumi dalam satu dekade terakhir, namun tranquillityite tetap tersembunyi selama lebih dari 40 tahun terakhir. Tim memeriksa batuan beku di Australia Barat, khususnya daerah yang tidak mengalami perubahan metamorfosa besar di bumi, karena tranquillityite mudah untuk berubah menjadi mineral lain bila terkena panas maupun tekanan yang berlebihan. Tim peneliti mampu mengonfirmasi penemuan tranquillityite dengan menembakkan elektron berkecepatan tinggi melalui sampel batuan. Tranquillityite menyebarkan elektron dalam pola unik yang mencerminkan pola yang sama dengan sampel mineral yang diambil dari bulan. Selama ini ilmuwan beranggapan bahwa tranquillityite adalah mineral khas dari bulan, sehingga menimbulkan sebuah pemikiran bahwa proses kimiawi dan geologi di bulan sebenarnya sama dengan di bumi. Sejumlah pendapat pun mulai menyatakan pandangan bahwa bulan sebenarnya merupakan bagian dari planet bumi yang terpecah pada miliaran tahun yang lalu.

      Para ilmuwan juga menemukan sebuah 'titik panas' atau gunung berapi di sisi jauh Bulan. Hal ini menunjukan bahwa Bulan sudah lebih aktif secara geologi dari dugaan sebelumnya. Titik panas yang dimaksudkan ilmuwan adalah konsentrasi unsur radioaktif thorium, yang berada antara Compton dan kawah Belkovich di Bulan. Titik tersebut pertama kali terdeteksi oleh Lunar Prespektor spectrometer sinar gamma pada tahun 1998. Tapi pengamatan baru dengan Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) yang menggunakan optical kamera, menunjukan bahwa itu bukan gunung berapi biasa, namun ini merupakan gunung berapi silikat (senyawa yang mengandung muatan listrik negatif) yang langka. "Ini sangat tidak biasa. Ditemukan banyak gunung dan setengah diantaranya kaya akan silikat. Ini karena Bulan tidak seperti Bumi yang tidak memproses ulang bahan batuan dengan cara berkonsentrasi pada silikat," ujar Bradley Jolliff, dari Washington University di St Louis, pimpinan tim yang menganalisa gambar LRO. "Meskipun kita tahu dari analisis langsung sampel batuan bulan bahwa kebanyakan aktivitas gunung berapi terjadi tiga sampai empat miliar tahun yang lalu. Kita bisa melihat dari orbit bahwa beberapa masa terbentuknya batuan basalt baru terjadi sekira satu miliar tahun yang lalu," tambah Jolliff.

3.      Sedimentasi di Bulan

           Tidak seperti Bumi, permukaan bulan secara terus-menerus dibombardir oleh mikrometeorit dan angin matahari. Proses pelapukan kimia dan mekanik dibantu oleh aktivitas biologis menghasilkan sedimen di Bumi, memperbaiki sejumlah besar karbon dalam keadaan padat. Sedangkan angin matahari menghasilkan perubahan kimia kecil dalam sedimen bulan, pelapukan kimia secara signifikan mengubah dan mempengaruhi karakter sedimen bumi. Terutama kelompok balistik dan elektrostatik dalam transportasi sedimen bulan tetapi sedimen bumi yang diangkut melalui udara, air, dan es. Sedangkan sedimen bumi terutama menumpuk di cekungan yang dibuat perlahan oleh gerak tektonik, sedimen bulan disimpan dalam kawah. Sedimen bulan yang melalui lithifikasi menjadi rendah-energi gelombang kejut yang sinter dan mengikat biji-bijian klastik ke dalam breksi regolith. Proses Permukaan dan fitur morfologi di Bulan didominasi oleh kawah dan deposisi ejecta, sementara di Bumi yang disusun oleh air, es, dan udara. Aktivitas pelapukan di Bulan sepenuhnya dikontrol angin Matahari dan radiasi kosmik dengan kecepatan pelapukan jauh lebih lambat dibanding pelapukan di Bumi.
     
      Di Bumi, batuan sedimen yang paling umum adalah, karena erosi atmosfer dan air permukaan. Di Bulan tidak ada atmosfer untuk berbicara dan air sedikit atau tidak ada, dan jenis yang paling umum dari batuan beku adalah ("batu api terbentuk"). Secara geologis, bahan permukaan bulan memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Batuan Maria sebagian besar terdiri dari basal gelap, yang terbentuk dari pendinginan cepat dari batuan cair dari aliran lava masif.
·         Batuan Highlands sebagian besar terdiri dari Anorthosite, yang merupakan jenis batuan beku yang terbentuk ketika lava mendingin lebih lambat daripada dalam kasus basal. Hal ini menyiratkan bahwa batu-batu dari Maria dan Highlands didinginkan pada tingkat yang berbeda dari keadaan cair dan jadi terbentuk di bawah kondisi yang berbeda
·         Breksi, yang merupakan fragmen batuan yang berbeda dipadatkan dan dilas bersama-sama oleh dampak meteor, ditemukan di Maria dan dataran tinggi, tetapi lebih sering terjadi di keduanya.
·         Tanah Lunar mengandung gelembung-gelembung kaca tidak umum ditemukan di Bumi. Ini mungkin terbentuk dari panas dan tekanan yang dihasilkan oleh dampak meteor.














PEMBAHASAN



         Bulan yang merupakan satelit dari bumi sangat mempunyai keterikatan tersendiri dengan bumi sehingga keduanya saling berhubungan dan membentuk sistem yang kompleks. Dilihat dari susunan struktur keduanya hampir sama, walaupun berbeda dari segi komponen dan jenis ketebalan masing-masing pada setiap lapisan. Struktur bulan terdiri dari Kerak, Mantel, dan Inti. Hampir sama seperti struktur bumi yang terdiri dari Kerak, Mantel, dan Inti, tetapi bedanya ada lapisan hidrosfer dan lapisan litosfer yang membentuk lempeng-lempeng tektonik di bumi. Kerak Bulan terdiri dari batuan granit dan mineral kalsium, dengan ketebalan antara 48 - 74 km. Dibawah kerak terdapat mantel yang tebal, terdiri dari banyak mineral silikat dan sedikit logam, yaitu besi. Inti Bulan memiliki bagian dalam yang keras, dengan ketebalan 240 km, dan bagian luar yang cair dengan ketebalan 300 km. Inti Bulan kaya akan besi. Inti Bulan dikelilingi oleh suatu lapisan kental dengan ketebalan 500 km.

       Berdasarkan strukturnya, pembentukan batuan di bulan dapat terjadi , walaupun membutuhkan waktu yang lama karena di bulan tidak adanya faktor-faktor yang dapat mempercepat pembentukan batuan layaknya di bumi. salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah keberadaan air dan udara. Sedangkan di bulan hampir tidak ditemukan kedua faktor tersebut, kecuali air yang katanya ada di bulan ( penelitian dari misi apollo oleh NASA). Ada hal lain yang dapat membentuk batuan di bulan seperti adanya aktivitas vulkanik di bulan. Aktivitas vulkanik di bulan terjadi karena aktivitas gunung berapi walaupun aktivitas tersebut sekarang tidak terlihat secara jelas, akibat aktivitas tersebut menyebabkan batuan di bulan dapat terbentuk. Berdasarkan pengamatan baru dengan Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) yang menggunakan optical kamera, menunjukan bahwa gunung berapi bukan gunung berapi biasa, namun ini merupakan gunung berapi silikat (senyawa yang mengandung muatan listrik negatif) yang langka.

        Dataran tinggi Aristarchus adalah salah satu tempat yang secara geologis paling beragam di bulan: dataran  yang secara misterius terangkat, rille atau alur raksasa yang diukir oleh pencurahan besar lava, daerah abu vulkanik, dan semua itu dikelilingi oleh batuan basal yang besar dan masif. Sampel yang dikumpulkan dari batuan beku bulan, yaitu: armalcolite, pyroxferroite, dan tranquillityite. Dan Mineral tranquillityite juga ditemukan di bumi. Selama ini ilmuwan beranggapan bahwa tranquillityite adalah mineral khas dari bulan, sehingga menimbulkan sebuah pemikiran bahwa proses kimiawi dan geologi di bulan sebenarnya sama dengan di bumi.  Menurut Bradley Jolliff, dari Washington University di St Louis, Ditemukannya banyak gunung dan setengah diantaranya kaya akan silikat membuat bulan berbeda dengan bumi dalam memproses ulang bahan batuan, melainkan dengan cara berkonsentrasi pada silikat.

       Proses yang mendukung pembentukan batuan adalah proses sedimentasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, di bulan juga terjadi proses sedimentasi diketahui dari proses pelapukan batuan di bulan. Sedimen bulan yang melalui lithifikasi menjadi rendah-energi gelombang kejut yang sinter dan mengikat biji-bijian klastik ke dalam breksi regolith. Sehingga membuat bulan mengalami Aktivitas pelapukan yang dikontrol angin Matahari dan radiasi kosmik dengan kecepatan pelapukan jauh lebih lambat dibanding pelapukan di Bumi.

 

 





KESIMPULAN



v  Struktur bumi dan bulan hampir sama, tetapi yang membedakan adalah segi komponen dari batuan dan jenis ketebalan masing-masing pada setiap lapisan.
v  Bulan tidak memiliki atmosfer dan udara serta air yang kemungkinan jumlahnya sedikit sehingga , bulan tidak cocok untuk kehidupan manusia yang memerlukan udara dan air untuk hidup bebas layaknya di bumi.
v  Pembentukan batuan (pelapukan) di bulan dipengaruhi oleh angin Matahari dan radiasi kosmik.
v  Bulan mengalami proses sedimentasi juga layaknya di bumi , tetapi prosesnya lebih lambat dilihat dari faktor yang mempengaruhi sehingga kecepatan pelapukan jauh lebih lambat dibanding pelapukan di Bumi.
v  Aktivitas vulkanik yang pernah terjadi di bulan turut mempengaruhi batuan di bulan, seperti gunung berapi silikat (senyawa yang mengandung muatan listrik negatif) yang langka dan silikat adalah komponen pembentuk batuan basalt.
v  Sejumlah pendapat pun mulai menyatakan pandangan bahwa bulan sebenarnya merupakan bagian dari planet bumi yang terpecah pada miliaran tahun yang lalu karena proses kimiawi dan geologinya hampir sama.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2008. Fakta mengenai Bulan. http://rajabulan.blogspot.com/2008 _11_01_archive.html Diakses pada tanggal 28 Desember 2012
Anonim. 2012. Bulan Tak Seindah Puisi. http://galaksibimasakti.blogdetik.com /2012/06/05/bulan-tak-seindah-puisi/ Diakses pada tanggal 28 Desember 2012
Anonim. 2012. Struktur Bulan. http://belajar-baek.blogspot.com/2012/11/struktur-bulan.html Diakses pada tanggal 28 Desember 2012
Anonim. (tahun tidak diketahui). Surface Properties of the Moon. http://csep10.phys.utk.edu /astr161/lect/moon/moon_surface.html diakses pada tanggal 2 desember 2012
Basu, Abhijit and Emanuela Molinaroli. 1999. Sediments Of The Moon And Earth As End-Members For Comparative Planetology. http://link.springer.com/article/10.1023/A:1017018621548?LI=true Diakses pada tanggal 2 Desember 2012
Saputro, Adi. 2011. Gunung Berapi 'Silikat' Ditemukan di Bulan. http://www.astronomi.us/2011/08/gunung-berapi-silikat-ditemukan-di.html Diakses pada tanggal 1 Desember 2012
Saputro, Adi. 2012. Tranquillityite Perkuat Teori Bahwa Dahulu Bulan Bagian Dari Bumi. http://www.astronomi.us/2012/03/tranquillityite-perkuat-teori-bahwa.html Diakses pada tanggal 1 Desember 2012
Saputro, Adi. 2012. Melihat dari Dekat Kawah Aristarchus di Bulan. http://www.astronomi.us/2012/05/melihat-dari-dekat-kawah-aristarchus-di.html Diakses pada tanggal 1 Desember 2012

Minggu, 04 November 2012

TUGAS GEOLOGI LAUT MENGENAI HYDROTHERMAL VENT


TUGAS GEOLOGI LAUT

HYDROTHERMAL VENT




Disusun oleh :
Andi Wahyu D          230210110013
Aris Dwi R                 230210110027
Arnudin                     230210110044
Angga Meidia P         230210110049
Heri Abrianto            230210110050








PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012






1.      Apa itu Hydrothermal Vents?
Hydrothermal Vents adalah retakkan di permukaan planet yang secara geothermal memanaskan perairan. Hydrothermal vents biasa ditemukan di dekat daerah yang aktif secara vukanis, area di mana lempeng tektonik bergerak. Hydrothermal vents biasa ditemukan di bumi karena bumi secara geologis cukup aktif dan perairan berada di atasnya. Di daratan, Hydrothermal vents dapat berupa fumarol, mata air panas, dan geyser. Di bawah laut, Hydrothermal vents biasa disebut Black Smokers.
Di sebagian besar laut dalam, area sekita Hydrothermal vents secara biologis sangatlah subur bagi kehidupan sekitarnya dan menjadi tuan rumah bagi berbagai makhluk hidup yang memanfaatkan bahan kimia terlarut dari lubang Hydrothermal Vents. Archaea kemosintesis membentuk dasar rantai makanan, mensupport berbagai organisme seperti cacing tabung raksasa, udang, dan kerang. Hydrothermal Vents yang aktif dipercaya berada di satelit Jupiter Europa dan Hydrothermal Vents tua pernah berada di Mars.

2.      Dimana ditemukan Hydrothermal Vents?
Perairan yang mengelilingi Hydrothermal Vents biasanya adalah air laut. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents dapat memanaskan air laut hingga 400oC. Bandingkan dengan temperatur di laut dalam pada umumnya yang hanya mencapai 2oC. Tekanan yang tinggi pada kedalaman laut memperluas range temperatur secara signifikan pada kondisi air yang tetap cair sehingga air tidak menguap. Air pada kedalaman 3000 m dan temperatur 407oC menjadi supercritical dan keadaan air yang bergaram memdorong air mendekati titik kritisnya. Beberapa Hydrothermal Vents mengandung timbunan mineral anhidrat. Tembaga sulfida, besi sulfida, dan seng sulfida. Tingginya kandungan mineral di sekitar Hydrothermal Vents menyebabkan berbagai eksploitasi di sekitarnya oleh berbagai perusahaan tambang.

3.      Mekanisme Hydrothermal Vents?
Proses terjadinya hidrotermal bawah laut adalah sebagai berikut:
a.       Air laut yang dingin (2 oC) merembas melalui celah-celah ataupun rekahan yang terdapat  di dasar lautan.
b.      Air laut terus merembas jauh ke bawah di dalam kerak samudera.  Radiasi energi panas dari batuan cair yang terletak jauh di bawah dasar laut mendidihkan rembasan air laut hingga suhu cairan hidrotermal mencapai 350-400 oC.   Setelah rembasan air laut terpanaskan, ia bereaksi dengan batuan sekitar di dalam kerak samudera.  Reaksi kimia ini merubah cairan  hidrotermal  dengan cara sebagai berikut :
•        Semua kandungan oksigen dalam cairan menjadi hilang
•        Cairan panas ini menjadi bersifat asam
•        Cairan ini menangkap logam-logam terlarut, termasuk besi, tembaga dan seng
•        Cairan ini menangkap hidrogen  sulfide
c.       Cairan panas ini tidaklah begitu kental sehingga ia lebih ringan dibandingkan dengan  cairan yang lebih dingin. Dengan demikian cairan hidrotermal menyembur ke atas melalui kerak samudera layaknya balon udara-panas yang naik ke udara.
d.      Cairan hidrotermal keluar melalui cerobong dan bercampur dengan air laut yang dingin. Logam-logam dibawa ke atas dalam bentuk fluida bercampur dengan belerang membentuk meneral yang berwarna hitam yang biasa disebut sulfida logam, kondisi ini menjadikan kenampakan cairan hidrotermal seperti asap. Banyak faktor yang memicu terjadinya reaksi ini. Salah satu faktor tersebut adalah suhu yang dingin, dan faktor lainnya adalah keberadaan kandungan oksigen dalam air laut. Tanpa adanya unsur oksigen, mineral-mineral tersebut tidak akan pernah terbentuk.

4.      Jelaskan Sirkulasi Hydrothermal Vents?
Siklus hidrotermal adalah  sirkulasi air panas akibat adanaya intrusi magma ke bagian kulit bumi sehingga membaut air yang berada di sekitarnya menjadi panas. Hal ini biasa terjadi di dekat gunung di dalam laut yang masih aktif, tetapi dapat juga terjadi di lapisan kerak samudera dan kerak benua.
Sirkulasi hidrotermal di lautan adalah tenggelam air laut dingin padat ke basal dari dasar laut dan dipanaskan di kedalaman itu lalu naik kembali ke antarmuka air-laut batu karena densitasnya lebih rendah melalui pertengahan punggungan-samudera.
Ventilasi hidrotermal adalah lokasi di dasar laut di mana cairan hidrotermal bercampur dengan air laut di atasnya. Mungkin yang paling dikenal adalah bentuk ventilasi cerobong disebut sebagai perokok hitam . sirkulasi hidrotermal ini tidak terbatas pada lingkungan punggungan laut. Sumber air untuk geyser dan sumber air panas dipanaskan airtanah convecting di bawah dan lateral air panas ventilasi.
Penyebab konveksi hal ini dapat:
• Intrusi magma ke kerak
• Radioaktif panas yang dihasilkan oleh massa didinginkan dari granit
• Panas dari mantel

5.      Hubungan Hydrothermal Vents dengan Biota Laut?
Kehidupan, seperti yang diketahui banyak orang, dikendalikan oleh matahari. Tetapi makhluk laut dalam tidak mendapatkan sedikitpun cahaya matahari dan mereka bergantung pada energi dan nutrisi kimia dari Hydrothermal Vents. Sebelumnya ahli biologi kelautan memperkirakan bahwa makhluk laut dalam memanfaatkan nutrisi dari ‘hujan’ sisa-sisa makhluk hidup yang tidak dimanfaatkan makhluk hidup di atasnya. Hal ini membuat mereka tidak memiliki ketergantungan pada tanaman dan energi matahari. Beberapa makhluk hidup di sekitar Hydrothermal vents memang mengkonsumsi ‘hujan’ ini, tapi dengan sistem seperti ini, kehidupan yang terbentuk akan sangat miskin sekali. Tetapi pada kenyataannya, kepadatan makhluk hidup dasar laut di sekitar zona Hydrothermal Vents sangat tinggi, sekitar 10,000 hingga 100,000 lebih tinggi dari perkiraan awal.
Komunitas Hydrothermal Vents mampu mempertahankan kehidupan yang sangat besar itu karena mereka bergantung pada bakteri kemosintesis sebagai makanan. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents mengandung banyak mineral terlarut dan mendukung populasi besar bakteri kemoautotrofik. Bakteri ini mengandalkan komponen sulfur, umumnya hidrogen sulfida, bahan kimia yang bersifat sangat beracun bagi sebagian besar makhluk hidup, untuk membentuk material organik melalui proses kemosintesis.
Ekosistem ini sangat independen terhadap ketergantungan terhadap matahari, seperti sebagian besar jenis kehidupan di bumi. Tetapi sesungguhnya sebagian makhluk hidup di ekosistem itu masih memanfaatkan oksigen yang diproduksi makhluk fotosintetik. Yang lainnya merupakan makhluk anaerobik, yang merupakan bentuk awal kehidupan di bumi.
Bakteri kemosintetik tumbuh membentuk lapisan tebal yang menarik perhatian makhluk amphipods dan copepods yang melahap bakteri secara langsung. Organisme yang lebih besar seperti siput, udang, kepiting, cacing tabung, ikan, dan gurita membentuk rantai makanan predasi. Jenis makhluk hidup yang dominan di sekitar Hydrothermal vents diantaranya adalah annelida, gastropoda, pogonophorans, crustacea, bivalvia, cacing vestimentiferan, dan udang tanpa mata yang membentuk kehidupan nonmicrobial.
Cacing tabung adalah bagian penting dari komunitas Hydrothermal Vents. Cacing tabung bersimbiosis dengan bakteri kemosintesis di dalam jaringan tubuhnya. Cacing tabung tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan, ia hanya menyerap secara langsung nutrisi kimia dari perairan sekitarnya untuk memberi makan bakteri yang hidup di dalam jaringannya. Sebagai gantinya, bakteri memberikan material karbon untuk kehidupan cacing tabung. Makhluk unik lainnya yang ditemukan di sekitar Hydrothermal Vents adalah siput yang dilapisi sisik yang terbuat dari senyawa besi dan material organik, dan cacing Pompeii yang mampu bertahan di lingkungan bertemperatur 80oC.
Telah ditemukan lebih dari 300 species baru di sekitar Hydrothermal Vents dan sebagian dari mereka adalah saudara dari makhluk hidup yang bergantung pada matahari dan terpisah secara geografis dari Hydrothermal Vents.
Bahkan Hydrothermal Vents dipercaya merupakan asal muasal makhluk hidup yang ada di bumi. Hal itu disampaikan oleh GünterWächtershäuser dalam jurnal Proceedings of National Academy of Science. Ia berpendapat bahwa asam amino sederhana dapat terbentuk dari sintesis bahan-bahan kimia di sekitar Hydrothermal Vents dan dibawa pergi oleh aliran air menuju perairan yang lebih dingin di mana suhu yang lebih rendah dan kandungan mineral tanah liat dapat membentuk formasi peptida dan protosel. Ini adalah teori yang sangat menarik karena kandungan CH4 dan NH3 memang banyak terdapat di sekitar Hydrothermal Vents. Keterbatasan utama dari teori ini adalah tingginya temperatur di sekita Hydrothermal Vents yang mengganggu kestabilan molekul organik.
Temuan  yang luar biasa di dasar laut adalah rekahan hidrotermal laut dalam atau “Hydrothermal vent” .Pada daerah tersebut terdapat ribuan hewan berkerumun di sekitar cairan sangat panas yang menyembur dari dasar laut. Ternyata cairan panas yang menyembur dari dasar laut itu disebabkan oleh gunung api yang kaya akan logam dan aneka gas yang memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kepada mikroorganisme seperti bakteri. Makhluk ini hidup bukan karena fotosintesis tetapi tumbuh dengan proses yang disebut 'kemosintesis' yang menyediakan makanan yang dibutuhkan untuk tumbuh yang berdasarkan eksistem panas yang dihasilkan vulkanik dibawah laut. Beberapa di antara hewan ini bahkan tidak memiliki mulut atau perut. Sebagai gantinya mereka memiliki kantung di dalam tubuhnya yang dinamakan 'trofosom' yang dipenuhi mikroba yang melahap gas vulkanik yang disebut “Hipertermofil” yang berarti "pencinta panas-menyengat" dan mikroba tersebut menyediakan makanan dan energi untuk hewan itu dalam proses yang dinamakan simbiosis.

6.      Bagaimana Keberadaan Biota Laut di Daerah Hydrothermal Vent menguntungkan/ merugikan ?
Sekelompok mikro-organisme “hipertermofil” ini adalah bentuk kehidupan terpanas yang dikenal di planet ini dan dapat tumbuh pada suhu hingga 252° F (122° C) bahkan lebih tinggi dari suhu air mendidih. Mereka tinggal di dalam batuan di sekitar rekahan hidrotermal yang panas sekali dan memperoleh makanan oleh cairan vulkanik ini. Cara hidup mereka juga aneh. Hipertermofil laut dalam mendapatkan energi dan karbon dari gas hidrogen dan karbon dioksida yang ada dalam cairan vulkanik. Mereka memperoleh energi dengan mengambil elektron di dalam hidrogen dan melepaskannya ke zat kimia seperti belerang dan karbon dioksida. Beberapa di antaranya bahkan dapat memproduksi energi dengan melepaskan elektron dari hidrogen ke karat besi yang mirip dengan karat yang sering dilihat di mobil untuk membuat besi magnetik hitam, hipertermofil ini bahkan bisa makan batu. Sementara hewan lainnya dalam ekosistem ini dapat membuat gas metan yang mudah terbakar dan dapat digunakan oleh manusia untuk menghasilkan listrik.
Selain itu, ternyata protein dalam organisme ini berguna untuk banyak hal. Ketika ilmuwan dan detektif kepolisian ingin membuat miliaran salinan DNA dalam tabung reaksi, mereka menggunakan protein yang disebut 'DNA polimerase' yang berasal dari hipertermofil laut dalam untuk membuat salinan itu. Protein lain dari mikroba ini disebut 'hidrolase', yang dapat memutuskan rantai besar molekul organik menjadi sub-unit yang lebih kecil, dapat digunakan untuk membuat zat aditif makanan seperti pemanis, melembutkan kain katun, menghilangkan noda dari pakaian ketika kita mencucinya dengan air panas, dan memudahkan ekstraksi minyak dan gas dari tanah. Kedua, menurut penelitian,ada beberapa mikroba penghuni rekahan hidrotermal sangat mirip dengan kehidupan di Bumi miliaran tahun yang lalu. Dengan mengkaji kehidupan di rekahan laut-dalam,manusia dapat mengetahui bagaimana kehidupan berlangsung ketika Bumi jauh lebih muda dan berbeda dengan Bumi yang sekarang. Selain itu, jika kehidupan dapat berlangsung tanpa sinar matahari di tempat bergabungnya air dan batu vulkanik, mungkin hal ini dapat menopang kehidupan di luar Bumi. Mikroba rekahan hidrotermal juga memberi gambaran tentang apa yang harus dicari saat mencari kehidupan di Mars dan beberapa planet dalam sistem tata surya. Salah satu contoh adalah planet Europa yang mengelilingi Jupiter, yang diperkirakan memiliki laut-dalam yang gelap di bawah cangkang sedingin es dan gunung api aktif di bagian bawah. Mungkin ada rekahan hidrotermal di sana dan di tempat lain.
Ternyata rekahan hidrotermal di seluruh dunia sangat berbeda satu sama lain dan saling menopang kehidupan berbagai jenis mikroba.  Perairan Indonesia salah satu tempat yang sering teliti untuk mencari rekahan hidrotermal karena perairan ini adalah salah satu daerah vulkanik paling aktif di dunia. Menurut penelitian, besar kemungkinan beberapa jenis rekahan hidrotermal yang memiliki zat kimia dan mikroba yang berlainan mungkin benar-benar saling berdekatan. Hal ini juga memberi kesempatan untuk memperkenalkan lingkungan yang luar biasa kepada rakyat Indonesia dan warga dunia.
Berdasarkan uraian diatas , dapat diketahui bahwa keberadaan biota di daerah Hydrothermal Vent sangat menguntungkan karena dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti yang telah di jelaskan diatas.

7.      Apa itu Kemosintesis?
Kemosintesis merupakan reaksi anabolisme selain fotosintesis. Kemosintesis adalah konversi biologis satu molekul karbon atau lebih (biasanya karbon dioksida atau metana), senyawa nitrogen dan sumber makanan menjadi senyawa organik dengan menggunakan oksidasi molekul anorganik (contohnya, gas hidrogen, hidrogen sulfida) atau metana sebagai sumber energi. Kemosintesis adalah anabolisme yang menggunakan energi kimia. Energi kimia yang digunakan pada reaksi ini adalah energi yang dihasilkan dari suatu reaksi kimia, yaitu reaksi oksidasi. Organisme autotrof yang melakukan kemosintesis disebut kemoautotrof.


8.      Mekanisme Kemosintesis?
Menurut Campbell et al. (2002), prokariota paling awal adalah organisme kemoautotrof yang mendapatkan energi dari bahan kimia anorganik dan menghasilkan energinya sendiri dan bukannya menyerap ATP. Hal ini disebabkan Hidrogen sulfide (H2S) dan senyawa besi (Fe2+) sangat berlimpah di bumi purbakala, dan sel-sel primitive kemungkinan mendapatkan energi dari reaksi melibatkan senyawa tersebut. Beberapa arkhaea modern saat ini dapat bertahan hidup pada sumber mata air panas yang mengandung sulfur dan melakukan reaksi kimia yang membebaskan energi.
FeS  +  H2 S  ® FeS2  + H2   +  energi bebas
Protein membrane pada prokariota awal kemungkinan menggunakan sebagian energi bebas yang dihasilkan untuk memecahkan produk H2 menjadi proton dan electron serta menghasilkan suatu gradient proton sepanjang membrane plasmanya. Dalam bentuk primitive kemiosmosis, gradient tersebut kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya sintesis ATP.
Campbell et al. (2002), melaporkan percobaan yang dilakukan oleh Van Niel pada tahun 1930-an untuk mengamati proses fotosintesis pada bakteri yang membuat karbohidratnya dari CO2 tetapi tidak melepaskan O­2,  menyimpulkan bahwa pada bakteri tersebut CO2 tidak terurai menjadi karbon dan oksigen. Satu kelompok bakteri menggunakan hydrogen sulfide (H2S) dan bukannya air untuk fotosintesis, dan menghasilkan titik sulfur (belerang) warna kuning sebagai produk limbah dengan persamaan kimianya:
CO2  +  2H2S  ®   CH2O  +  H2O  +  2S
Kemampuan melakukan kemosintesis hanya dimiliki oleh beberapa jenis mikroorganisme, misalnya bakteri belerang nonfotosintetik (Thiobacillus) dan bakteri nitrogen (Nitrosomonas dan Nitrosococcus). Banyak mikroorganisme di daerah laut dalam menggunakan kemosintesis untuk memproduksi biomassa dari satu molekul karbon. Dua kategori dapat dibedakan. Pertama, di tempat yang jarang tersedia molekul hidrogen, energi yang tersedia dari reaksi antara CO2 dan H2 (yang mengawali produksi metana, CH4) dapat menjadi cukup besar untuk menjalankan produksi biomassa.Kemungkinan lain, dalam banyak lingkungan laut, energi untuk kemosintesis didapat dari reaksi antara O2 dan substansi seperti hidrogen sulfida atau amonia. Pada kasus kedua, mikroorganisme kemosintetik bergantung pada fotosintesis yang berlangsung di tempat lain dan memproduksi O2 yang mereka butuhkan (Isnan, 2007).
Bakteri nitrogen, seperti Nitrosomonas dan Nitrosococcus memperoleh energi hasil dengan cara mengoksidasi NH3 yang telah bereaksi dengan CO2 dan membentuk amonium karbonat ((NH4)2CO3).
(NH4)2CO3  +  O2   ®  2 HNO2  +  CO2   +  Energi
Jenis bakteri lain yang mampu melaksanakan kemosintesis antara lain Nitrobacter. Bakteri ini mampu mengoksidasi senyawa nitrit dalam mediumnya. Hasilnya adalah senyawa nitrat dan membebaskan energi yang akan dipergunakan untuk menyintesis senyawa organik.
Ca(NO2)2  +  O2    ®     Ca(NO3)2   +  Energi




DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2009. Hydrothermal Vents . http://sainsrulz.blogspot.com/2009/01/hydrothermal-vents.html diakses pada tanggal 29 Oktober 2009
Anonim. 2010. Blacksmokers. http://www.mgi.esdm.go.id/content/blacksmokers diakses pada tanggal 29 Oktober 2012
Anonim . 2010. Hidrothermal. http://phiin.wordpress.com/2010/10/11/20/. diakses pada tanggal 29 Oktober 2012
Faturohman, David . 2012. Hydrothermal Vents. http://blog.ub.ac.id/davidfatkhurrohman/ 2012/01/14/hydrothermal-vents/ Diakses pada tanggal 29 Oktober 2012
Mahmud, Ghozali.  2011.  Sistem Hidrothermal dan Alterasi . http://thegoldenjubilee. blogspot.com/2011/07/hidrothermal-sistem-hidrothermal-dan_1383.html. diakses pada tanggal 29 Oktober 2012
Mahmuddin . 2009. Kemosintesis. http://mahmuddin.wordpress.com/2009/10/01/ kemosintesis/ diakses pada tanggal 29 Oktober 2012
Priskila,Karinka. 2009. Kemosintesis di Area Laut Dalam. http://karinkapriskilatehupeiory. blogspot.com/2009/11/kemosintesis-di-area-laut-dalam.html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012



Kamis, 01 November 2012

ARUS MONSOON INDONESIA (ARMONDO) AKIBAT PENGARUH ANGIN MONSOON DI INDONESIA



Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di bumi. Laut dan  atmosfer bergandengan sangat erat (strongly coupled), sehingga perubahan salah satu komponen akan merubah komponen sistem iklim lain. Karakteristik iklim wilayah Indonesia adalah campuran antara darat dan laut yang membentuk benua maritim. Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada dalam suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin Monsun (monsoon). Angin Monsun bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup dengan arah yang berlawanan. Terjadinya angin Monsun ini karena terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia (Wyrtki, 1961). Pada bulan Desember – Februari di belahan bumi utara terjadi musim (season) dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga pusat tekanan tinggi di daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari daratan Asia menuju Australia. Angin ini dikenal di sebelah selatan katulistiwa sebagai angin Muson Barat Laut atau Angin Monsun Barat. Sebaliknya pada bulan Juli – Agustus berhembus angin Monsun Tenggara atau Angin Monsun Timur dari daratan Australia yang bertekanan tinggi ke daratan Asia yang bertekanan rendah. (Sugiarta ,dkk,2011)
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin Monsun. Oleh karena sistem angin Monsun ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk terjadinya suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai Laut Banda. Sedangkan pada saat Monsun Tenggara, arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan (Wyrtki, 1961).


Gambar 1. Pola Arus Permukaan Wilayah Indonesia Dan Perbatasan Selama Musim Barat Laut (Musim Barat) Desember-Mei (Sumber http://www.fao.org/  )

Gambar 2. Pola Arus Permukaan Wilayah Indonesia Dan Perbatasan Selama Musim Tenggara (Musim Timur) Juni-November (Sumber : http://www.fao.org/ )
Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk terjadinya suatu pola arus (ARMONDO). Arus monsun (monsoon current) adalah arus laut akibat  dorongan angin musim (monsun). Arus monsun yang melintasi laut-laut  Indonesia kemudian disebut Arus Monsun Indonesia dan disingkat menjadi ARMONDO. Arus Monsun Indonesia adalah periodik  dengan periode musiman seperti halnya monsun. Arah ARMONDO dipengaruhi oleh monsun Australia-Asia. ARMONDO merupakan perubahan arus monsun yang lebih dibangkitkan oleh sistem Northwest Moonson dan Southeast Moonson yang melewati Selat Karimata dan Laut Jawa ini yang berinteraksi dengan perubahan arus dan temperatur permukaan sangat berpotensi untuk perubahan cuaca di daerah Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan  melewati Laut Natuna dan Selat Karimata menuju Laut Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai Laut Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara (Southeast Moonson) , arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan. Dangkalnya perairan di kawasan barat , misalnya Laut Natuna dan Laut Jawa, menyebabkan pula Armondo biasanya terlihat sampai ke dasar perairan. (Wyrtki, 1961).
·                    Pengaruh Armondo dan Arlindo Terhadap Salinitas Laut Indonesia
Jumlah air tawar sebagai hujan yang biasanya meningkat pada Musim Barat menyebabkan penurunan salinitas yang menyeluruh khususnya di kawasan barat, yang oleh  Armondo disebarkan ke kawasan timur . Pada Musim Timur hal yang sebaliknya terjadi,  Arlindo membawa masuk air bersalinitas tinggi Samudra Pasifik, masuk ke kawasan timur . Armondo kemudian menyebarkan salinitas tinggi tersebut ke kawasan barat . Hal ini menyebabkan panaikan menyeluruh salinitas di perairan  yang ikut diperkuat oleh penguapan yang lebih besar dari hujan di sana-sini . Karena dangkalnya kawasan barat , maka sebaran suhu dan salinitas di lapisan dasar, polanya mengikuti apa yang terdapat di permukaan, karena kuatnya pengaruh Armondo.
Sumber :

Sugiarta ,dkk. 2011. Rencana Strategis Indonesian Global Observing System (INAGOOS) . http://ml.scribd.com/ Research /Science/
Universitas Pendidikan Indonesia. 2004. Peran Benua Maritim dan Iklim Global. http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/BAYONG_TJASYONO/Kumpulan_Makalah/Peran_Benua_Maritim_dan_Iklim_Global/Peran_BMI.pdf
Wyrtki, K., 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian  Waters, Naga. Rep. No. 2, p. 1 - 195 Scripps Inst. of Oceanogr., La Jolla, California.