Jumat, 05 Oktober 2012


PENGARUH AKTIVITAS BAKTERI SULFUR TERHADAP ASPEK
GEOMIKROBIOLOGI DI PERAIRAN

Siklus sulfur di perairan dipengaruhi terutama oleh dua kelompok besar bakteri yaitu bakteri pereduksi sulfur dan bakteri pengoksidasi sulfur. Bakteri pereduksi sulfur mereduksi ion sulfat menjadi sulfida dan sulfur; dan sebaliknya bakteri pengoksidasi sulfur mengoksidasi kembali sulfida dan sulfur menjadi sulfat. Siklus ini tidak terjadi secara individual melainkan juga melibatkan  proses-proses lain (fisika, kimia, dan biologi). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses-proses yang terlibat dalam siklus sulfur serta dampaknya bagi geomikrobiologi perairan.

PENDAHULUAN

Sulfur termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam dengan kandungan dalam kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur (sebagai total sulfur) dalam batuan beku dan batuan sedimen berkisar antara 270-2400 mg/kg, dalam air laut 905 mg/L, sementara dalam air tawar mencapai 3,7 mg/L. Siklus sulfur merupakan salah satu proses biogeokimia utama di alam. Terdapat empat jenis stok senyawa sulfur alamiah utama berdasarkan tingkat oksidasinya dalam siklus sulfur, yaitu senyawa sulfida (S2-), sulfur elemental (S0), sulfat (SO42-), dan sulfur-organik (C-SH) (Lens, et.al., 2004). menunjukan jalur-jalur reaksi yang terlibat dalam siklus sulfur mikrobial. Perilaku senyawa-senyawa sulfur di perairan dipengaruhi oleh sejumlah organisme terutama mikroba. Jalur I, II, III, dan V, melibatkan mikroba autotrof yang menggunakan CO2 anorganik sebagai sumber karbon. Sedangkan jalur IV dan VI melibatkan mikroba heterotrof yang menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbon. Reaksi oksidasi senyawa sulfur terjadi pada jalur I, II, dan III, sedangkan reaksi reduksi terjadi pada jalur IV dan VI. Oksidasi senyawa sulfur melibatkan mikroorganisme kemoautotrof atau fotoautotrof, seperti bakteri dari genus Thiobacillus dan bakteri-sulfur fotosintetik (Chlorobiaceae dan Chromatiaceae). Dari semua kelompok bakteri pengoksidasi sulfat, hanya kelompok bakteri thiobacillus yang mampu menghasilkan sulfat secara langsung tanpa mengakumulasi sulfur dalam proses oksidasi H2S pada tekanan oksigen normal. Kelompok bakteri lainnya mengakumulasi sulfur. Sulfur yang terakumulasi tersebut akan dioksidasi lebih lanjut menjadi sulfat ketika suplai H2S menurun atau hilang (Ehrlich and Newman, 2009). Reduksi sulfat menjadi sulfida dilakukan oleh golongan bakteri pereduksi sulfat (SRB, sulfate reducing bacteria) pada kondisi anaerobik. Proses ini merupakan proses yang bersifat disimilatoris dimana sulfat berperan sebagai akseptor elektron terminal sementara donor elektron yang digunakannya adalah senyawa-senyawa organik dan hidrogen. Bakteri dari genus Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Desulfobacter, Desulfobulbus,Desulfococcus, Desulfonema, dan Desulfosarcina merupakan bakteri-bakteri pereduksi sulfat.


BAHAN DAN METODE
Pemilihan Isolat Uji

Isolat bakteri ungu sulfur yang digunakan adalah isolat BFA koleksi Laboratorium Mikrobiota Puslit Limnologi LIPI yang diisolasi dari beberapa daerah pesisir di pulau Jawa dan Sumatera. Dari 13 isolat BFA yang ada, dipilih satu isolat yang memiliki kemampuan terbesar dalam menyisihkan sulfida dari medium. Pemilihan isolat uji dilakukan dengan menumbuhkan isolat BFA dalam tabung 15 mL yang berisi medium cair sea water complete
25% (bacto peptone 1,25 g, ektrak ragi 0,25 g, gliserol 0,75 mL, air laut 750mL, air suling 250 mL) selama 48 jam pada suhu ruang dengan disinari lampu pijar 40 watt yang berjarak 30 cm dari tabung biakan. Selanjutnya ke dalam kultur uji ditambahkan larutan NaS hingga konsentrasi akhir sulfida dalam kultur uji mencapai 10 mg/L. Isolat bakteri yang memiliki nilai daya penyisihan sulfida tertinggi dipilih sebagai isolat uji. Untuk memastikan bahwa isolat uji terpilih tidak memproduksi H2S, dilakukan uji penyisihan sulfida lanjutan hingga sufida dalam medium habis.

Pengujian Aktivitas Bakteri Ungu Sulfur

Sebagai wadah percobaan digunakan aquarium berukuran 50x40x80 cm yang berisi 96 L air payau bersalinitas 2% dan di bagian dasar aquarium disebarkan 32 L sedimen asal tambak udang. Aquarium ditempatkan dalam ruangan yang masih mendapat cahaya matahari tak langsung. Sebanyak 500 mL kultur isolat uji dibuat dalam medium cair SWC 25% dan diinkubasi selama 4 hari. Kultur uji kemudian dituang ke dalam aquarium. Dilakukan pemantauan terhadap nilai pH (Water Quality Checker Horiba U-10), oksigen terlarut (DO meter YSI), sulfida terlarut, S-SO4 2-, fosfat terlarut, dan kepadatan sel BFA selama empat hari dalam selang waktu 24 jam, dan juga pada hari ke tujuh. Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan dan sebagai kontrol blanko digunakan aquarium dengan kondisi yang sama tanpa penambahan isolat uji.

Analisis Kimia dan Biologi

Kadar sulfida terlarut, S-SO4 2-, dan fosfat terlarut dianalisis secara spektrofotometri berturut-turut menggunakan metoda metilen biru (APHA, 2005), metoda tubidimetri (APHA, 2005), dan metoda asam askorbat (Strickland and Parsons, 1972). Sampel air untuk analisis sulfida terlebih dahulu dipreparasi dengan menggunakan larutan Al(OH)3 dalam suasana basa (pH 9) dan suhu rendah untuk memisahkan partikulat. Sedangkan untuk analisis S-SO4
2- dan fosfat terlarut, partikulat dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan kertas saring Whatmann GF/C. Analisis kepadatan sel dilakukan dengan cara menyebarkan sampel yang telah diencerkan pada medium agar SWC 25% (bacto peptone 1,25 g, ektrak ragi 0,25 g, gliserol 0,75 mL, bacto agar 15 mL, air laut 750 mL, air suling 250 mL) dan diinkubasi dalam suhu ruang sambil disinari cahaya dari lampu pijar 40 watt. Jumlah koloni yang muncul setelah 48 jam inkubasi dihitung dan dikonversi ke dalam nilai UPK (unit pembentuk koloni)/mL.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat IR9 dipilih sebagai Isolat Uji


Hasil pengujian kemampuan penyisihan sulfida terhadap ke-13 isolat BFA, menunjukkan bahwa isolat IR3, IR5, IR9, IR19, Lp Psr, Naga2, Naga5, dan Tb Sultg dapat menyisihkan sulfida, sehingga disimpulkan bahwa kedelapan isolat tersebut merupakan bakteri ungu sulfur. Lima isolat lainnya, yaitu JPR2, Naga1, Naga3, Naga7, dan Rus33, merupakan bakteri ungu non-sulfur, karena tidak mampu menyisihkan sulfida dari dalam medium. Diantara kedelapan isolat bakteri ungu sulfur, isolat IR9 memiliki kemampuan penyisihan terbesar dengan nilai daya penyisihan sebesar 8,9 mg/L/OD, diikuti berturut-turut oleh isolat IR3, Naga5, IR19, IR5, Naga2, Tb Sultg, dan terakhir Lp Psr. Berdasarkan nilai ini maka IR9 ditetapkan sebagai isolat uji pada tahap pengujian selanjutnya. Hasil uji penyisihan sulfida tahap lanjut menunjukkan bahwa isolat IR9 tidak memproduksi H2S


Profil Sulfida dan Sulfat

Kadar sulfat terlarut dalam sampel uji mengalami penurunan yang cukup tinggi setelah tujuh hari inkubasi, yaitu sebesar 86,872 mg S-SO4 2-/L . Pada 48 jam pertama, profil sulfat pada sampel uji tidak jauh berbeda dengan kontrol sehingga disimpulkan bahwa pada 48 jam pertama aktivitas bakteri pereduksi sulfat indigenus belum dimulai. Kadar sulfida yang awalnya nol meningkat menjadi 0,812 mg/L pada jam ke-48 dan kadarnya terus naik hingga mencapai 2,582 mg/L pada hari ketujuh. Peningkatan kadar H2S mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan spesies sulfur bervalensi lebih rendah seperti H2S. Kenaikan kadar H2S di perairan dapat menyebabkan kematian ikan secara massal seperti yang terjadi di Danau Maninjau (Puslit Limnologi LIPI, 2009). Peningkatan kadar H2S mungkin disebabkan oleh rendahnya aktivitas bakteri ungu sulfur dan bakteri pengoksidasi sulfida lainnya sebagai penyeimbang siklus sulfur melalui proses oksidasi sulfida. Di lain pihak produksi H2S dari aktivitas bakteri pereduksi sulfat dan aktivitas heterotrofik terus berlangsung. Akibatnya di bagian dasar perairan terjadi penumpukan H2S yang pada gilirannya akan naik ke permukaan melalui proses upwelling.

Pertumbuhan Bakteri Ungu Sulfur

Kurva pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa pada hari ketujuh isolat IR9 masih berada pada tahap pertumbuhan eksponensial. Hal ini menarik karena kultur IR9 yang digunakan adalah kultur berumur empat hari yang sudah mencapai fase stationer. Pada fase ini bila kondisi lingkungan tidak sesuai maka bakteri tidak akan tumbuh, tetapi hal yang sebaliknya ditemukan dalam pengujian ini. Isolat IR9 dapat tumbuh dengan baik walaupun selama percobaan tidak dilakukan penambahan nutrisi dari luar. Pertumbuhan isolat IR9 yang sangat pesat ini diduga berhubungan dengan peningkatan konsentrasi sulfida dalam air dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pada kondisi tersebut, isolat IR9 mulai melakukan aktivitas fotosintetik anoksigenik yang menggunakan H2S sebagai sumber elektron. Melalui proses fotosintetik anoksigenik, sulfida dari gas H2S dioksidasikan menjadi sulfur. Sulfur yang terbentuk tidak dilepaskan ke lingkungan, melainkan akan disimpan dalam globula intrasel sebagai granul sulfur atau polisulfida yang akan digunakan ketika sulfida dari lingkungan habis. Sulfur dan polisulfida akan dioksidasikan menjadi sulfit dan selanjutnya sulfat ketika bakteri ungu sulfur melakukan aktivitas fotosintetik (Lens, etc., 2004 dari jurnal pengaruh aktivitas bakteri sulfur terhadap aspek geomikrobiologi di perairan).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas bakteri sulfur, yang diwakili isolate IR9 memberikan kondisi anaerobik setelah 24 jam inkubasi. Turunnya kadar oksigen mengakibatkan peningkatan aktivitas bakteri pereduksi sulfat indigenus sehingga kandungan H2S dalam kolom air meningkat dan nilai pH menurun. Sulfida yang dihasilkan oleh bakteri pereduksi sulfat dimanfaatkan oleh isolat bakteri ungu sulfur IR9 untuk pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kepadatan sel bakteri tanpa adanya penambahan nutrien dari luar. Pelepasan sulfida menyebabkan terlepasnya ion fosfat dari mineral besi (II) fosfat sedimen untuk kemudian mengikat sulfida membentuk mineal FeS yang berwarna hitam.

kelebihan :
·         metode  yang di gunakan penulis adalah metode literatur dan percobaan.
·         dalam sampel bakteri yang dipakai oleh penulis adalah  bakteri ungu sulfur yang berdasarkan literatur yang kami baca ternyata mempunyai kemampuan sangat baik untuk mereduksi dan mengoksidasi sulfur diperairan terutama di laut .
·         jurnal ini mampu menggambarkan atau wawasan kepada pembaca bahwa di lingkungan perairan terutama laut terdapat bakteri yang mampu menghasilkan sulfur sehingga menjaga ketersediaan elemen – elemen mayor yang ada di perairan laut.
·         penulis juga menjelaskan tentang pengaruh dari penurunan aktivitas bakteri sulfur tersebut yang dapat menaikan kadar H2S di perairan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup biota yang ada di perairan tsb sehingga dapat menjadi acuan untuk penilitian selanjutnya.


kekurangan :
·         penulis lebih banyak menggambarkan bagaimana bakteri tersebut menghasilkan sulfur dari pada pengaruhnya terhadapa geomikrobiologi di perairan.
·         pendahuluan terlalu panjang dan lebih menjelaskan tentang pengertian sulfur dari pada topik yang di bahas.
·         Tidak fokus pada masalahnya.

Rabu, 03 Oktober 2012

PENGARUH PALUNG JAWA TERHADAP FENOMENA GEMPA BUMI DI WILAYAH PANTAI BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA


PENGARUH PALUNG JAWA TERHADAP FENOMENA GEMPA BUMI
DI WILAYAH PANTAI BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA
 oleh :  ARNUDIN
230210110044


ABSTRAK
Dasar laut terbentuk oleh tabrakan batuan angkasa yang membentuk kawah-kawah, kemudian terisi air. Selanjutnya terjadi pergerakan lempeng tektonik yang membuat morfologi dasar laut berbeda-beda. Pergerakan lempeng yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah penunjaman lempeng samudera (lempeng Hindia-Austarlia ) kedalam lempeng Benua (lempeng Eurasia) atau disebut juga dengan subduksi. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut adalah terbentuk Palung Jawa, yang mempengaruhi fenomena gempa bumi di Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Aktifitas dan kekuatan seismik di bagian Selatan Jawa relatif lebih kecil daripada di  Barat Sumatera karena  adanya silent zone atau seismic gap.
kata kunci : Dasar laut, Lempeng tektonik , Subduksi , aktivitas seismik

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah lautan 2/3 dari luas wilayah Indonesia dan secara fisiografis wilayah Indonesia dibatasi  di sebelah selatan oleh suatu palung laut dalam yang memanjang dan dapat diikuti mulai dari  Burma-Andaman-Sumatra-Jawa hingga ke Kepulauan Banda di bagian Timur Indonesia, yang merupakan jalur penekukan dan penyusupan lempeng Hindia-Australia ke bawah lempeng Asia Tenggara. Proses pergerakan antar lempeng tersebut membuat morfologi dasar laut yang berbeda-beda. Dengan kondisi tersebut melatarbelakangi bahwa indonesia mempunyai keunikan tersendiri sehingga patut diteliti oleh para ahli geologi kelautan. Sama seperti jepang yang sering mengalami gempa bumi, indonesia juga juga kerap dilanda gempa . Gempa yang timbul biasanya terjadi karena pergerakan lempeng-lempeng tektonik di dasar laut. Pergerakan lempeng di dasar laut dapat menghasilkan palung-palung yang berpengaruh terhadap fenomena gempa bumi, salah satu palung yaitu palung jawa yang mempunyai pengaruh terhadap Indonesia. Alasan mengapa palung jawa mempunyai pengaruh adalah pengaruhnya terhadap fenomena seismik yang terjadi di Barat Sumatera dan Selatan Jawa.
ISI
Dasar laut terbentuk karena pada awal proses pembentukan bumi terjadi tabrakan –tabrakan dengan batuan angkasa yang begitu dashyat sehingga permukaaan bumi terbentuk kawah-kawah yang besar , setelah bumi mulai mendingin dan menurunnya aktivitas vulkanis yang berakibat uap air di atmosfer bumi mulai terkondenasasi dan terjadilah hujan yang mengenangi kawah-kawah tersebut. Setelah kondisi bumi relatif stabil, mulai terbentuk lempeng-lempeng yang terus menerus bergerak sehingga mengakibatkan dasar laut yang terbentuk berbeda-beda. Morfologi dasar laut terdiri dari beberapa bagian ,yaitu sebagai berikut :
 •  Ridge dan Rise
Ini adalah suatu bentuk proses peninggian yang terdapat di atas lautsea floor) yang hampir serupa dengan adanya gunung-gunung di daratan.
•  Trench atau palung
Bagian laut yang terdalam dengan bentuk seperti saluran seolah-olah terpisah sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua.
•  Abyssal Plain
Daerah yang relatif tebagi rata dari permukaan bumi yang terdapat dibagian sisi yang mengarah ke daratan.
•  Continetal Island
Beberapa pulau yang menurut sifat geologisnya bagian dari massa tanah daratan benua besar yang kemudian terpisah.
•  Island Arc (kumpulan pulau-pulau)
Kumpulan pulau-pulau seperti indonesia yang mempunyai perbatasan dengan benua.
•  Mid-Oceanic Volcanic Island
Pulau-pulau vulkanik yang terdapat di tengah-tengah lautan. Terdiri dari pulau-pulau kecil, khususnya terdapat di Lautan pasifik.
•  Atol-atol
Daerah yang terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian besar tenggelam di bawah permukaan
laut dan berbentuk cincin.
•  Seamout dan guyot
Gunung-gunung berapi yang mucul dari dasar lantai lautan tetapi tidak mencapai permukaan laut.
Bentuk Dasar Laut, relief
Gambar 1. Morfologi dasar laut (sumber : http://sumiharjons09.student.ipb.ac.id dikutip dari Stewart, 2006 )

Seperti yang telah dijelaskan diatas palung adalah bagian laut yang terdalam dengan bentuk seperti saluran seolah-olah terpisah sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua. Pengertian lain menyebutkan bahwa palung adalah dasar laut yang dalam , memanjang, sempit, dengan lerengnya yang curam. Salah satu palung yang terdapat di Indonesia adalah Palung Jawa.

Palung Jawa, panjang total sekitar 5600 km, terentang mulai dari kepulauan Andaman-Nicobar di barat sampai ke Sumba di timur, memiliki corak yang beragam. Hal ini disebabkan oleh arah penunjaman dan kecepatan lempeng tidak seragam. Palung Jawa terjadi akibat adanya interaksi lempeng samudera (disini lempeng India-Australia yang bergerak ke utara dengan kecepatan 7 cm/tahun ) yang menunjam di bawah lempeng benua (disini Lempeng Eurasia) atau disebut juga dengan subduksi (Gambar 2-A).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1j9fscZtIHxsi00HknkUut4M5YhSn3r9hyphenhyphenfLTWejI2a3nI46j6H-VMW7giaCF8iKoCx-_SRKhddIRXyZcA-EOvTOPYdmFvethbmasVZYPYm0H3zfH40Iea9W5KAT-zPWB5eMrErh6QEBp/s320/Gambar%252B1%2528revised%2529.jpg
Gambar 2. Fisiografi Palung Jawa Selatan  A. Tatanan Tektonik Pulau Jawa ; B. Peta Lokasi Survey Citra Sonar ; C. Lokasi Gunung Bawah Laut ; D. Sebaran Gunung Bawah Laut ; E. Hasil Citra Sonar. ( Sumber : http://geoenviron.blogspot.com )       

Ke arah ujung timur palung Jawa, di bagian Sumba dan Timor, sistem tektonik yang lebih kompleks berkembang disini dimana yang terjadi bukan lagi penunjaman melainkan tumbukan (collision) antara busur Banda dengan tepi barat laut kontinen Australia. Dimensi prisma akresi serta kedalaman palung juga beragam dari barat ke timur seiring dengan berkurangnya ketebalan sedimen pada lempeng samudera yang menunjam. Selat Sunda, yang memisahkan Sumatra dan Jawa, merupakan batas geodinamik yang penting dimana terdapat perubahan sudut penunjaman yang menyolok antara bagian timur dan baratnya.

Di sebelah barat selat Sunda, aktifitas gempa umumnya tidak melebihi kedalaman 200 km sedangkan di sebelah timurnya kedalaman aktifitas gempanya meningkat mendekati 350-500 km. Unsur geodinamik lain yang dapat mempengaruhi dinamika palung adalah kondisi morfologi permukaan lempeng samuderanya. Permukaan lantai samudera bisa relatif halus atau kasar karena adanya tonjolan-tonjolan yang terdiri dari gunung-gunung bawah laut (seamount), pematang tengah samudera, dan plato basalt. Dengan demikian menjadi tidak terhindarkan lagi penunjaman lempeng samudera membawa juga seamount atau bentuk morfologi bawah laut lainnya kedalam palung. Pada palung Jawa yang ada di dearah pantai Selatan Jawa mempunyai dasar laut atau lantai samudera yang tidak rata dengan terdapatnya sejumlah seamount (dengan diameter antara 10 sampai 60 km) yang telah menunjam dengan hadirnya Roo Rise sebagai seamount yang terbesar yang terletak di selatannya. Laju penunjaman lempeng samudera yang terjadi di daerah pantai selatan Jawa terhambat oleh morfologi bawah laut seperti seamount.
Gambar 3 . Kumpulan seamount di sekitar palung Jawa (sumber : http://www.detik77.com )

Gesekan antar lempeng samudera (lempeng India-Australia) dengan lempeng yang menumpang diatasnya yaitu lempeng benua (lempeng Eurasia) dapat menimbulkan aktifitas seismik atau gempa tektonik yang bersumber di permukaan lempeng yang menunjam. Kedalaman sumber gempa tergantung jarak horisontalnya terhadap sumbu palung, makin menjauhi palung ke arah daratan sumber gempa akan semakin dalam (deep earthquke) dan sebaliknya mendekat ke palung gempanya merupakan gempa dangkal (shallow earthquake) (Gambar-4 B). Oleh karena itu distribusi aktifitas seismik secara spasial dan temporal di suatu wilayah mencerminkan dinamika palungnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3GStnS_05gdaDsd4epaRR-y3DLiQnoyV60yRM4ggQWSo38ZNeYlsxeWYlDtDCWZ6AyLekbEAsvr-4XuI9T37apcjPSXVryFQ1vTaNeJgXy4ZUpg-LQpIvdIxiK057IfU7X4vOZDQdSgeb/s320/Gambar%252B2%252B%2528revised%2529+d.jpg

Gambar 4. A. Penampang 3D Fisiografi Palung Jawa ; B. Penampang 3D Palung Sebagai Sumber Gempa (Sumber : http://geoenviron.blogspot.com)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYrdsnYW7uQ8oz70ExXuD1Wp9iU0bL8Sp0ySLkMivoQVv-wuP7H5Ew0-0F8c04kxZKfYfUEK0sFVkAx4jyknEgNzXTpoPIszYpetbEqMs1Lhqz5yBtyb_olo7Zca3PSzjl0vJ6rfMfCWRg/s320/Gambar%252B3%252B%2528revised%2529.jpg
Gambar 5. A. Peta Sebaran Gempa ; B. Peta Sebaran Gempa Besar ; C.Temporal Gempa (Sumber : http://geoenviron.blogspot.com)
Berdasarkan peta distribusi seismisitas (Gambar-5A) dapat diidentifikasi lokasi-lokasi yang paling sering mengalami gempa (ditunjukkan oleh kerapatan titik gempa yang tinggi). Lokasi-lokasi ini terdapat di ujung utara Sumatra, di utara pulau Simeuleu, tenggara Nias, ujung selatan pulau Siberut, selatan Jawa Barat, di selatan Jawa antara 107°-110° BT, dan di baratdaya Sumba. Yang menarik, di Sumatra ternyata seismisitas dangkal yang bersumber dari palung tidak banyak melampar ke daratan (inland), sebaliknya di Jawa secara keseluruhan daratan pulau Jawa lebih sering mengalami gempa dangkal.
                                                   
Dua faktor penyebabnya kemungkinan adalah: Pertama, sumber gempa dangkal di Sumatra lebih berasosiasi dengan aktifitas sesar-mendatar Sumatra; sedangkan di Jawa tidak terdapatnya suatu sistem sesar utama mengakibatkan gempa dangkal yang terjadi berasosiasi dengan aktifitas penunjaman lempeng di palung sehingga lebih mungkin ditransmisikan ke seluruh pulaunya.

Kedua, jarak palung ke daratan di Sumatra lebih jauh dibandingkan dengan yang di Jawa. Sementara itu jalur gunung api aktif (yang biasanya berkaitan dengan kedalaman zona subduksi sekitar 100 km) di pulau Jawa terletak di bagian tengahnya, sedangkan di Sumatra jalur gunung api aktifnya terletak di sisi barat dekat dengan pantai Samudera Hindia. Hal ini menyebabkan aktifitas seismik di bagian kontinen yang dangkal lebih besar di Jawa daripada di Sumatera karena adanya silent zone atau seismic gap .  
                                                                                                       

KESIMPULAN      
Pembentukan dasar laut terjadi karena adanya tabrakan-tabrakan oleh batuan angkasa sehingga membentuk kawah-kawah yang kemudian terisi air. Selanjutnya ketika kondisi bumi mulai stabil , terjadi pergerakan lempeng-lempeng tektonik ,yang kemudian membentuk dasar laut yang berbeda-beda.   Salah satu bentuk dasar laut yang ada di Indonesia adalah palung. Palung adalah dasar laut yang dalam , memanjang, sempit, dengan lerengnya yang curam. Salah satu palung yang terdapat di Indonesia adalah Palung Jawa. Palung Jawa mempunyai pengaruh terhadap peristiwa seismik yang terjadi di Indonesia khususnya wilayah pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa. pembentukannya terjadi karena adanya proses subduksi atau penunjaman lempeng samudera (lempeng Hindia-Austarlia ) kedalam lempeng Benua (lempeng Eurasia). Pada palung Jawa yang ada di dearah pantai Selatan Jawa mempunyai dasar laut atau lantai samudera yang tidak rata dengan terdapatnya sejumlah seamount (dengan diameter antara 10 sampai 60 km) yang telah menunjam dengan hadirnya Roo Rise sebagai seamount yang terbesar yang terletak di selatannya. Laju penunjaman lempeng samudera yang terjadi di daerah pantai selatan Jawa terhambat oleh morfologi bawah laut seperti seamount. Aktifitas dan kekuatan seismik di bagian Selatan Jawa relatif lebih kecil daripada di  Barat Sumatera karena  adanya silent zone atau seismic gap.












DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 2011. Mengenal Gunung Berapi Bawah Laut (SeaMount) dan Proses Terbentuknya. http://www.detik77.com/2011/06/mengenal-gunung-berapi-bawah-laut.html diakses pada tanggal 7 September 2012
Budiyanto. 2012.  Catatan Kuliah Pengantar Oseanografi. http://budiyantoug.wordpress.com/2012/04/15/catatan-kuliah-pengantar-oceanografi-minggu-i-v-maret-april-2012/ diakses pada tanggal 4 september 2012
Simbolon , Sumiharjon. 2012 .  Bentuk  Dasar Laut. http://sumiharjons09.student.ipb.ac.id/2012/04/17/bentuk-dasar-laut/ diakses pada tanggal 4 september 2012

Stewart, R.H. 2006. Introduction to Physical Oceanography. Department of Oceanography Texas A&M University.