Jumat, 05 Oktober 2012


PENGARUH AKTIVITAS BAKTERI SULFUR TERHADAP ASPEK
GEOMIKROBIOLOGI DI PERAIRAN

Siklus sulfur di perairan dipengaruhi terutama oleh dua kelompok besar bakteri yaitu bakteri pereduksi sulfur dan bakteri pengoksidasi sulfur. Bakteri pereduksi sulfur mereduksi ion sulfat menjadi sulfida dan sulfur; dan sebaliknya bakteri pengoksidasi sulfur mengoksidasi kembali sulfida dan sulfur menjadi sulfat. Siklus ini tidak terjadi secara individual melainkan juga melibatkan  proses-proses lain (fisika, kimia, dan biologi). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses-proses yang terlibat dalam siklus sulfur serta dampaknya bagi geomikrobiologi perairan.

PENDAHULUAN

Sulfur termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam dengan kandungan dalam kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur (sebagai total sulfur) dalam batuan beku dan batuan sedimen berkisar antara 270-2400 mg/kg, dalam air laut 905 mg/L, sementara dalam air tawar mencapai 3,7 mg/L. Siklus sulfur merupakan salah satu proses biogeokimia utama di alam. Terdapat empat jenis stok senyawa sulfur alamiah utama berdasarkan tingkat oksidasinya dalam siklus sulfur, yaitu senyawa sulfida (S2-), sulfur elemental (S0), sulfat (SO42-), dan sulfur-organik (C-SH) (Lens, et.al., 2004). menunjukan jalur-jalur reaksi yang terlibat dalam siklus sulfur mikrobial. Perilaku senyawa-senyawa sulfur di perairan dipengaruhi oleh sejumlah organisme terutama mikroba. Jalur I, II, III, dan V, melibatkan mikroba autotrof yang menggunakan CO2 anorganik sebagai sumber karbon. Sedangkan jalur IV dan VI melibatkan mikroba heterotrof yang menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbon. Reaksi oksidasi senyawa sulfur terjadi pada jalur I, II, dan III, sedangkan reaksi reduksi terjadi pada jalur IV dan VI. Oksidasi senyawa sulfur melibatkan mikroorganisme kemoautotrof atau fotoautotrof, seperti bakteri dari genus Thiobacillus dan bakteri-sulfur fotosintetik (Chlorobiaceae dan Chromatiaceae). Dari semua kelompok bakteri pengoksidasi sulfat, hanya kelompok bakteri thiobacillus yang mampu menghasilkan sulfat secara langsung tanpa mengakumulasi sulfur dalam proses oksidasi H2S pada tekanan oksigen normal. Kelompok bakteri lainnya mengakumulasi sulfur. Sulfur yang terakumulasi tersebut akan dioksidasi lebih lanjut menjadi sulfat ketika suplai H2S menurun atau hilang (Ehrlich and Newman, 2009). Reduksi sulfat menjadi sulfida dilakukan oleh golongan bakteri pereduksi sulfat (SRB, sulfate reducing bacteria) pada kondisi anaerobik. Proses ini merupakan proses yang bersifat disimilatoris dimana sulfat berperan sebagai akseptor elektron terminal sementara donor elektron yang digunakannya adalah senyawa-senyawa organik dan hidrogen. Bakteri dari genus Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Desulfobacter, Desulfobulbus,Desulfococcus, Desulfonema, dan Desulfosarcina merupakan bakteri-bakteri pereduksi sulfat.


BAHAN DAN METODE
Pemilihan Isolat Uji

Isolat bakteri ungu sulfur yang digunakan adalah isolat BFA koleksi Laboratorium Mikrobiota Puslit Limnologi LIPI yang diisolasi dari beberapa daerah pesisir di pulau Jawa dan Sumatera. Dari 13 isolat BFA yang ada, dipilih satu isolat yang memiliki kemampuan terbesar dalam menyisihkan sulfida dari medium. Pemilihan isolat uji dilakukan dengan menumbuhkan isolat BFA dalam tabung 15 mL yang berisi medium cair sea water complete
25% (bacto peptone 1,25 g, ektrak ragi 0,25 g, gliserol 0,75 mL, air laut 750mL, air suling 250 mL) selama 48 jam pada suhu ruang dengan disinari lampu pijar 40 watt yang berjarak 30 cm dari tabung biakan. Selanjutnya ke dalam kultur uji ditambahkan larutan NaS hingga konsentrasi akhir sulfida dalam kultur uji mencapai 10 mg/L. Isolat bakteri yang memiliki nilai daya penyisihan sulfida tertinggi dipilih sebagai isolat uji. Untuk memastikan bahwa isolat uji terpilih tidak memproduksi H2S, dilakukan uji penyisihan sulfida lanjutan hingga sufida dalam medium habis.

Pengujian Aktivitas Bakteri Ungu Sulfur

Sebagai wadah percobaan digunakan aquarium berukuran 50x40x80 cm yang berisi 96 L air payau bersalinitas 2% dan di bagian dasar aquarium disebarkan 32 L sedimen asal tambak udang. Aquarium ditempatkan dalam ruangan yang masih mendapat cahaya matahari tak langsung. Sebanyak 500 mL kultur isolat uji dibuat dalam medium cair SWC 25% dan diinkubasi selama 4 hari. Kultur uji kemudian dituang ke dalam aquarium. Dilakukan pemantauan terhadap nilai pH (Water Quality Checker Horiba U-10), oksigen terlarut (DO meter YSI), sulfida terlarut, S-SO4 2-, fosfat terlarut, dan kepadatan sel BFA selama empat hari dalam selang waktu 24 jam, dan juga pada hari ke tujuh. Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan dan sebagai kontrol blanko digunakan aquarium dengan kondisi yang sama tanpa penambahan isolat uji.

Analisis Kimia dan Biologi

Kadar sulfida terlarut, S-SO4 2-, dan fosfat terlarut dianalisis secara spektrofotometri berturut-turut menggunakan metoda metilen biru (APHA, 2005), metoda tubidimetri (APHA, 2005), dan metoda asam askorbat (Strickland and Parsons, 1972). Sampel air untuk analisis sulfida terlebih dahulu dipreparasi dengan menggunakan larutan Al(OH)3 dalam suasana basa (pH 9) dan suhu rendah untuk memisahkan partikulat. Sedangkan untuk analisis S-SO4
2- dan fosfat terlarut, partikulat dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan kertas saring Whatmann GF/C. Analisis kepadatan sel dilakukan dengan cara menyebarkan sampel yang telah diencerkan pada medium agar SWC 25% (bacto peptone 1,25 g, ektrak ragi 0,25 g, gliserol 0,75 mL, bacto agar 15 mL, air laut 750 mL, air suling 250 mL) dan diinkubasi dalam suhu ruang sambil disinari cahaya dari lampu pijar 40 watt. Jumlah koloni yang muncul setelah 48 jam inkubasi dihitung dan dikonversi ke dalam nilai UPK (unit pembentuk koloni)/mL.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat IR9 dipilih sebagai Isolat Uji


Hasil pengujian kemampuan penyisihan sulfida terhadap ke-13 isolat BFA, menunjukkan bahwa isolat IR3, IR5, IR9, IR19, Lp Psr, Naga2, Naga5, dan Tb Sultg dapat menyisihkan sulfida, sehingga disimpulkan bahwa kedelapan isolat tersebut merupakan bakteri ungu sulfur. Lima isolat lainnya, yaitu JPR2, Naga1, Naga3, Naga7, dan Rus33, merupakan bakteri ungu non-sulfur, karena tidak mampu menyisihkan sulfida dari dalam medium. Diantara kedelapan isolat bakteri ungu sulfur, isolat IR9 memiliki kemampuan penyisihan terbesar dengan nilai daya penyisihan sebesar 8,9 mg/L/OD, diikuti berturut-turut oleh isolat IR3, Naga5, IR19, IR5, Naga2, Tb Sultg, dan terakhir Lp Psr. Berdasarkan nilai ini maka IR9 ditetapkan sebagai isolat uji pada tahap pengujian selanjutnya. Hasil uji penyisihan sulfida tahap lanjut menunjukkan bahwa isolat IR9 tidak memproduksi H2S


Profil Sulfida dan Sulfat

Kadar sulfat terlarut dalam sampel uji mengalami penurunan yang cukup tinggi setelah tujuh hari inkubasi, yaitu sebesar 86,872 mg S-SO4 2-/L . Pada 48 jam pertama, profil sulfat pada sampel uji tidak jauh berbeda dengan kontrol sehingga disimpulkan bahwa pada 48 jam pertama aktivitas bakteri pereduksi sulfat indigenus belum dimulai. Kadar sulfida yang awalnya nol meningkat menjadi 0,812 mg/L pada jam ke-48 dan kadarnya terus naik hingga mencapai 2,582 mg/L pada hari ketujuh. Peningkatan kadar H2S mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan spesies sulfur bervalensi lebih rendah seperti H2S. Kenaikan kadar H2S di perairan dapat menyebabkan kematian ikan secara massal seperti yang terjadi di Danau Maninjau (Puslit Limnologi LIPI, 2009). Peningkatan kadar H2S mungkin disebabkan oleh rendahnya aktivitas bakteri ungu sulfur dan bakteri pengoksidasi sulfida lainnya sebagai penyeimbang siklus sulfur melalui proses oksidasi sulfida. Di lain pihak produksi H2S dari aktivitas bakteri pereduksi sulfat dan aktivitas heterotrofik terus berlangsung. Akibatnya di bagian dasar perairan terjadi penumpukan H2S yang pada gilirannya akan naik ke permukaan melalui proses upwelling.

Pertumbuhan Bakteri Ungu Sulfur

Kurva pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa pada hari ketujuh isolat IR9 masih berada pada tahap pertumbuhan eksponensial. Hal ini menarik karena kultur IR9 yang digunakan adalah kultur berumur empat hari yang sudah mencapai fase stationer. Pada fase ini bila kondisi lingkungan tidak sesuai maka bakteri tidak akan tumbuh, tetapi hal yang sebaliknya ditemukan dalam pengujian ini. Isolat IR9 dapat tumbuh dengan baik walaupun selama percobaan tidak dilakukan penambahan nutrisi dari luar. Pertumbuhan isolat IR9 yang sangat pesat ini diduga berhubungan dengan peningkatan konsentrasi sulfida dalam air dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pada kondisi tersebut, isolat IR9 mulai melakukan aktivitas fotosintetik anoksigenik yang menggunakan H2S sebagai sumber elektron. Melalui proses fotosintetik anoksigenik, sulfida dari gas H2S dioksidasikan menjadi sulfur. Sulfur yang terbentuk tidak dilepaskan ke lingkungan, melainkan akan disimpan dalam globula intrasel sebagai granul sulfur atau polisulfida yang akan digunakan ketika sulfida dari lingkungan habis. Sulfur dan polisulfida akan dioksidasikan menjadi sulfit dan selanjutnya sulfat ketika bakteri ungu sulfur melakukan aktivitas fotosintetik (Lens, etc., 2004 dari jurnal pengaruh aktivitas bakteri sulfur terhadap aspek geomikrobiologi di perairan).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas bakteri sulfur, yang diwakili isolate IR9 memberikan kondisi anaerobik setelah 24 jam inkubasi. Turunnya kadar oksigen mengakibatkan peningkatan aktivitas bakteri pereduksi sulfat indigenus sehingga kandungan H2S dalam kolom air meningkat dan nilai pH menurun. Sulfida yang dihasilkan oleh bakteri pereduksi sulfat dimanfaatkan oleh isolat bakteri ungu sulfur IR9 untuk pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kepadatan sel bakteri tanpa adanya penambahan nutrien dari luar. Pelepasan sulfida menyebabkan terlepasnya ion fosfat dari mineral besi (II) fosfat sedimen untuk kemudian mengikat sulfida membentuk mineal FeS yang berwarna hitam.

kelebihan :
·         metode  yang di gunakan penulis adalah metode literatur dan percobaan.
·         dalam sampel bakteri yang dipakai oleh penulis adalah  bakteri ungu sulfur yang berdasarkan literatur yang kami baca ternyata mempunyai kemampuan sangat baik untuk mereduksi dan mengoksidasi sulfur diperairan terutama di laut .
·         jurnal ini mampu menggambarkan atau wawasan kepada pembaca bahwa di lingkungan perairan terutama laut terdapat bakteri yang mampu menghasilkan sulfur sehingga menjaga ketersediaan elemen – elemen mayor yang ada di perairan laut.
·         penulis juga menjelaskan tentang pengaruh dari penurunan aktivitas bakteri sulfur tersebut yang dapat menaikan kadar H2S di perairan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup biota yang ada di perairan tsb sehingga dapat menjadi acuan untuk penilitian selanjutnya.


kekurangan :
·         penulis lebih banyak menggambarkan bagaimana bakteri tersebut menghasilkan sulfur dari pada pengaruhnya terhadapa geomikrobiologi di perairan.
·         pendahuluan terlalu panjang dan lebih menjelaskan tentang pengertian sulfur dari pada topik yang di bahas.
·         Tidak fokus pada masalahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar